Beranda | Artikel
SELUK BELUK TAUHID
Kamis, 4 Desember 2008

Tauhid adalah mengesakan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan diri-Nya. Kekhususan Allah bisa dikelompokkan menjadi tiga; rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat. Apabila seorang ingin memiliki tauhid yang sempurna maka dia harus mewujudkan ketiga-tiganya. Dengan mewujudkan tauhid dengan benar serta membersihkan diri dari syirik dalam ketiga hal di atas barulah seorang bisa disebut sebagai muwahhid sejati.

Syaikh Al Albani rahimahullah mengatakan, “Barangsiapa yang bisa membersihkan diri dari ketiga macam syirik ini (syirik dalam rububiyah, uluhiyah dan asma’ wa shifat, pent) dalam penghambaaan dan tauhidnya kepada Allah. Apabila dia telah mengesakan Dzat-Nya, beribadah hanya kepada-Nya dan mengesakan sifat-sifat-Nya, maka dialah muwahhid sejati. Dialah pemilik berbagai keutamaan khusus yang dimiliki oleh kaum yang bertauhid. Dan barangsiapa yang kehilangan salah satu bagian darinya maka kepadanyalah tertuju ancaman yang terdapat dalam firman Allah ta’ala semacam, “Sungguh jika kamu berbuat syirik niscaya akan terhapus seluruh amalmu dan kamu benar-benar termasuk orang yang merugi” (QS. Az-Zumar : 65). Camkanlah perkara ini, sebab inilah perkara terpenting dalam masalah akidah…” (Al ‘Aqidah Ath Thahawiyah, syarh wa ta’liq, hal 17-18).

Tauhid Rububiyah

Tauhid rububiyah adalah mengesakan Allah dalam hal perbuatan-Nya, seperti penciptaan, penguasaan dan kepemilikan serta pengaturan alam semesta (lihat Syarh Tsalatsati Ushul, hal. 39-40)

Allah pencipta segala sesuatu

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), ”Allah adalah pencipta segala sesuatu.” (QS. Az-Zumar : 62) Allah juga berfirman (yang artinya), ”Apakah ada suatu pencipta selain Allah yang sanggup memberikan rezki kepada kalian dari langit dan bumi. Tidak ada ilah yang haq kecuali Dia.” (QS. Fathir : 3) Allah ta’ala berfirman (yang artinya), ”Maha Suci Allah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Mulk : 1) Allah ta’ala berfirman (yang artinya), ”Ingatlah, sesungguhnya penciptaan dan perintah adalah hak khusus bagi-Nya. Maha Suci Allah Rabb seru sekalian alam.” (QS. Al-A’raaf : 54)

Allah penguasa segala sesuatu

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), ”Maha Suci Allah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Mulk : 1) Allah ta’ala berfirman (yang artinya), ”Ingatlah, sesungguhnya penciptaan dan perintah adalah hak khusus bagi-Nya. Maha Suci Allah Rabb seru sekalian alam.” (QS. Al-A’raaf : 54)

Allah pengatur segala sesuatu

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), ”Katakanlah : Siapakah yang memberikan rezki kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa menciptakan pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan. Maka niscaya mereka akan menjawab : Allah.” (QS. Yunus : 31).

Tauhid Uluhiyah

Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dalam hal peribadahan. Sehingga seorang insan tidaklah layak mengangkat sekutu bersama Allah untuk disembah atau dipujanya atau dijadikan sebagai tempat ketergantungan hati dan sasaran pendekatan diri (lihat Syarh Tsalatsati Ushul, hal. 40) Tauhid inilah perintah paling agung yang dibebankan Allah kepada seluruh umat manusia. Syaikh Muhammad At-Tamimi mengatakan, ”Perkara teragung yang diperintahkan Allah adalah tauhid yaitu mengesakan ibadah hanya untuk Allah.” (Syarh Tsalatsati Ushul, hal. 39).

Tauhid inilah yang tidak dimiliki oleh kaum musyrikin yang diperangi oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam. Karena kesalahan mereka itulah beliau membolehkan darah mereka ditumpahkan, harta, tanah dan rumah mereka pantas untuk diambil. Dan karena itulah beliau memperkenankan istri dan anak-anak mereka (kaum musyrikin) untuk ditawan. Problem tauhid semacam inilah yang menjadi fokus terapi dakwah para Rasul kepada masyarakat yang mereka hadapi. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), ”Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang Rasul yang mengajak : Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut itu.” (QS. An-Nahl : 36). Ibadah tidak akan dinilai sah apabila tidak ditujukan kepada Allah semata. Barangsiapa yang kehilangan jenis tauhid ini maka dia adalah musyrik dan kafir, meskipun dia telah mengakui tauhid rububiyah dan tauhid asma’ wa shifat (lihat Syarh Tsalatsati Ushul, hal. 40)

Barangsiapa yang mengesakan ibadah kepada Allah semata maka dia adalah seorang muwahhid. Sedangkan barangsiapa yang mengalihkan ibadah kepada selain Allah maka dialah orang musyrik. Demikian pula orang yang mempersekutukan selain Allah dengan Allah dalam peribadahan maka dia pun disebut sebagai orang musyrik. (lihat Thariqul Wushul ila Idhahi Tsalatsati Ushul, hal. 78)

Tujuan dakwah para Rasul dari sejak yang pertama hingga yang terakhir adalah mengajak kepada jenis tauhid ini. Semua kitab samawi yang diturunkan dan setiap Rasul yang diutus mendakwahkan tauhid semacam ini (lihat Al-Qaul As-Sadid, hal. 14 dan 15)

Kaitan antara Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah

Kaitan antara kedua macam tauhid ini satu dengan yang lainnya adalah : tauhid rububiyah melahirkan konsekuensi tauhid uluhiyah. Dalam artian pengakuan terhadap tauhid rububiyah mengharuskan pengakuan terhadap tauhid uluhiyah dan kewajiban untuk mengerjakannya. Barangsiapa yang mengetahui bahwa Allah adalah Rabb, pencipta dan pengatur urusan-urusannya maka wajib baginya untuk menyembah Allah semata tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Sedangkan tauhid uluhiyah sudah mencakup tauhid rububiyah. Dalam artian tauhid rububiyah terkandung di dalam tauhid uluhiyah; sebab setiap orang yang menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun maka itu berarti orang tersebut pasti telah meyakini bahwa Dia adalah Rabb dan pencipta dirinya (lihat Al Irsyad ila Shahihil I’tiqaad, hal. 39)

Tauhid Asma’ wa Shifat

Tauhid asma’ wa shifat yaitu meyakini keesaan Allah dalam hal kesempurnaan yang mutlak dari segala sisi. Allah lah pemilik segala sifat keagungan, kemuliaan dan keindahan. Tiada sesuatupun yang bersekutu dengan-Nya di dalam hal itu semua. Tauhid ini terwujud dengan cara menetapkan seluruh nama dan sifat yang telah ditetapkan oleh Allah atau Rasul-Nya melalui Al-Qur’an dan As-Sunnah, mengimani makna dan hukum yang tercakup di dalamnya sebagaimana yang pantas dan layak disandang oleh-Nya tanpa menolak (ta’thil), tanpa menyimpangkan (tahrif) dan tanpa melakukan penyerupaan (tasybih). Dan itu berarti juga dengan menolak segala sifat kurang dan cela yang menafikan kesempurnaan diri-Nya, sebagaimana yang telah Allah atau Rasul-Nya nafikan di dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah (lihat Al-Qaul As-Sadid, hal. 11-12)

Urgensi pengetahuan tentang Asma’ wa Shifat

Sesungguhnya mempelajari dan memahami nama-nama dan sifat-sifat Allah memiliki urgensi yang sangat besar dalam kehidupan kaum muslimin karena sebab-sebab berikut ini : [1] Mengimani nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah salah satu pilar ketauhidan, sedangkan tauhid adalah ajaran para Rasul yang paling agung [2] Kemuliaan ilmu terkait dengan kemuliaan objek yang dipelajari. Begitu banyak ilmu yang dipelajari orang, ada yang berkaitan dengan lautan, lapisan-lapisan bumi, kehidupan binatang, perbintangan, tentang manusia, dan lain sebagainya. Maka tidaklah diragukan lagi bahwa sebenarnya ilmu paling mulia secara mutlak adalah ilmu yang menjembatani kita untuk mengenal dengan baik Rabb kita Yang Maha Perkasa lagi Maha Mulia. Oleh sebab itulah Ibnul Arabi mengatakan di dalam kitabnya Ahkamul Qur’an (2/804) : ”Kemuliaan ilmu tergantung pada kemuliaan objek yang dipelajari. Sedangkan Al-Baari (Allah) adalah objek paling mulia untuk dipelajari. Maka ilmu tentang nama-nama-Nya adalah ilmu yang paling mulia.” [3] Sesungguhnya pengetahuan tentang nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya yang diiringi dengan pemahaman yang benar, pengamalan terhadap konsekuensinya dan memohon kepada Allah dengan menyebutkannya akan memunculkan rasa pengagungan, penyucian, kecintaan, harapan, rasa takut, tawakal dan inabah kepada-Nya di dalam hati para hamba. Hal itu bisa terwujud apabila di dalam hati manusia terdapat gambaran sifat maha sempurna tentang Allah yang tidak ada satupun yang berhak menjadi sekutu bagi-Nya. Sehingga seorang hamba akan mengagungkan dan memuliakan Allah dengan sepenuh hatinya mengingat kedudukan Allah yang begitu tinggi di dalam hatinya. Dengan sebab itulah hati mereka akan tunduk kepada-Nya dan merasa tentram bersama kebesaran diri-Nya [4] Besarnya pahala yang dijanjikan Allah bagi orang yang menghafalkan (dan mengamalkan kandungan hukum) nama-nama Allah. (lihat Muqaddimah Al-Mujalla fi Syarhi Qawa’idil Mustla, hal. 22-23)

Sekilas tentang Kemunculan Tauhid Asma’ wa Shifat

Syaikh Shalih bin Fauzan hafizhahullah menjelaskan, ”Tauhid jenis ini (tauhid asma’ wa shifat) telah ditentang oleh kaum Jahmiyah serta murid-murid mereka yaitu sekte Mu’tazilah dan Asya’irah. Padahal sebenarnya tauhid jenis ini sudah termasuk dalam cakupan tauhid rububiyah . Akan tetapi tatkala begitu banyak orang-orang yang mengingkarinya dan melemparkan berbagai macam kerancuan seputar masalah itu, maka para ulama pun menyendirikan pembahasannya, dan mereka menjadikan tauhid ini sebagai jenis tauhid yang tersendiri, maka ditulislah sekian banyak karya tentang persoalan ini. Imam Ahmad menuliskan bantahan beliau yang sangat populer untuk kaum Jahmiyah. Dan puteranya Abdullah juga menulis kitab As Sunnah. Abdul ‘Aziz Al Kinani menulis kitab Al Haidah guna membantah Bisyr Al Marisi. Abu Abdillah Al Maruzi pun menulis kitab As Sunnah. Utsman bin Sa’id menulis kitab Ar Radd ‘ala Bisyr Al Marisi. Pemimpin para imam Muhammad bin Khuzaimah menulis kitab At Tauhid. Demikian pula ulama-ulama selain mereka semacam Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnul Qayyim telah menulis karya-karya serupa, begitu pula para ulama sesudah mereka dan orang-orang yang meniti jalan yang mereka tempuh. Maka segala puji dan anugerah hanya milik Allah atas karunia dibeberkannya kebenaran dan dibantahnya kebatilan”( Al Irsyad ila Shahihil I’tiqad, hal. 162).


Artikel asli: http://abumushlih.com/seluk-beluk-tauhid.html/